7 Tim Luar Biasa yang Bubar Sebelum Capai Titik Tertinggi

Para Pemain Parma saat mereka menjadi salah satu klub yang diperhitungkan di Eropa.

24/01/2018 3620

LABRITA.ID - Musim 2017/2018 ini Monaco kehilangan Bernardo Silva, Benjamin Mendy, Tiemoue Bakayoko, dan Kylian Mbappe ke Manchester City, Chelsea, dan PSG - tiga klub paling boros di Eropa. Nama-nama ini kemungkinan besar akan disusul oleh Fabinho dan Thomas Lemar - mereka sepertinya akan menjadi tim terbaru yang sebetulnya terlihat siap untuk menjadi salah satu yang terhebat namun harus rela kehilangan aset-aset terbaik mereka terlalu dini.

Seperti yang sudah ditunjukkan skuat Monaco musim 2016/17 hanya beberapa bulan silam, tim ini memiliki kemampuan untuk bersaing dengan PSG yang begitu kaya raya di Ligue 1 dan, nyaris saja, bisa memenangi Liga Champions.

Seperti yang begitu sering terjadi di sepakbola modern, potensi mereka langsung dilacak oleh para klub pesaing yang memiliki kekayaan besar yang mampu menggoda para pemain ini dengan begitu cepat. Ini membuat Monaco pun terperosok cukup dalam dan kehilangan kemampuan mereka untuk bersaing meraih gelar juara - kesuksesan yang sebenarnya.

Untuk kedua kalinya dalam 13 tahun, klub Ligue 1 ini secara prinsip tidak punya pilihan lain kecuali mengatur ulang ambisi mereka. Seperti yang sudah dibahas di atas, kondisi sepakbola modern saat ini membuat mereka menjadi satu lagi tim yang kehilangan kesempatan untuk menjadi yang terbaik karena kekuatan-kekuatan terbesar Eropa datang mengetuk dan mengambil para pemain mereka.

Monaco (2003/2004)

Ganti nama Silva, Mendy, Bakayoko, dan Mbappe dengan Patrice Evra, Fernando Morientes, Jerome Rothen, dan Ludovic Giuly. Dari keempatnya, hanya Evra yang tidak pergi berselang beberapa bulan saja setelah Monaco kalah di final Liga Champions dari Porto-nya Jose Mourinho (secara kebetulan, tim ini juga sempat meraih kejayaan sebelum akhirnya skuat mereka pun hancur berantakan).

Rothen bergabung dengan PSG, Morientes yang berstatus pinjaman bergabung dengan Liverpool - yang menjadi juara Eropa di musim selanjutnya - via Real Madrid, dan Giuly dijual ke Barcelona, yang menyusul Liverpool di tahun 2006. Fakta bahwa tim yang tidak begitu istimewa bisa sukses menjuarai Liga Champions di tahun 2005 semakin menunjukkan bahwa Monaco benar-benar kehilangan sebuah kesempatan yang besar.

Evra bergabung ke Manchester United di bulan Januari 2006, dan di bursa transfer yang sama, penyerang Monaco, Emmanuel Adebayor dijual juga ke Arsenal, dan skuat yang sukses lolos ke final Liga Champions ini pun kehilangan nyaris semua talenta besar yang mereka punya.

Bayer Leverkusen (2001/2002)

Di satu musim mengagumkan sekaligus menyakitkan, Leverkusen gagal meraih gelar Bundesliga di hari terakhir - sebelum kemudian kalah di final DFB-Pokal dan Liga Champions. Jika semua itu tidak cukup, penyesalan selanjutnya adalah fakta bahwa mereka sama sekali tidak punya kesempatan untuk membuktikan diri bahwa mereka bisa belajar dari kegagalan sebelumnya dan meraih kesuksesan.

Michael Ballack adalah sebuah kekuatan tersendiri yang menjadi inspirasi di balik salah satu musim terhebat klub ini - ketika semuanya 'serba nyaris'. Dan tentu saja, di musim panas ia dan rekannya, Ze Roberto, bergabung ke Bayern Munich. Karena kehilangan duet ini, dan kemudian melepas Lucio - yang bergabung dengan Bayern dua tahun kemudian - serta Dimitar Berbatov, yang pindah ke Tottenham di 2006, Leverkusen pun kehilangan momentum mereka.

Ajax Amsterdam (2003/2004)

Tim Ajax yang sukses meraih gelar Liga Champions di tahun 90an memang layak dipuji setinggi langit, namun ada satu pertanyaan besar apakah ada generasi berikutnya yang sebenarnya mampu meraih kesuksesan yang sama. Zlatan Ibrahimovic, Wesley Sneijder, Rafael van der Vaart, Jari Litmanen, Nigel de Jong, Thomas Vermaelen, Maxwell, dan Hatem Trabelsi memang masih jauh dari puncak penampilan mereka di musim 2003/04, tapi tetap saja ini adalah sebuah tim dengan talenta yang luar biasa.

Kepergian Ibrahimovic ke Juventus di musim panas 2004 adalah kehilangan yang pertama dari banyak lainnya yang membuat ambisi menyamai apa yang mereka raih satu dekade sebelumnya harus terkubur dalam-dalam. Skuat ini hancur dengan begitu cepat sampai-sampai di tahun-tahun selanjutnya, saat Sneijder yang kemudian akan sukses meraih gelar Liga Champions bergabung ke Real Madrid di tahun 2007, hanya Vermaelen yang tersisa.

Dynamo Kiev (1998/1999)

Juara Ukraina yang sangat menghibur ini sukses mengalahkan Real Madrid, Barcelona, dan Arsenal di Liga Champons musim 1998/99 - untuk kemudian kalah tipis secara agregat 4-3 dari Bayern Munich dan gagal ke final.

Jika mereka berhasil melakukannya - dan jika saja Manchester United yang pada akhirnya menjadi juara menjalani awal pertandingan yang buruk seperti yang mereka lakukan saat meladeni Bayern - duet mematikan Sergei Rebrov dan Andriy Shevchencko bisa saja membuat United tidak akan mampu menciptakan kebangkitan dramatis mereka yang begitu ikonik.

Shevchenko langsung bergabung dengan Milan, di mana ia membuktikan diri sebagai salah satu pemain terbaik mereka, dan kapten klub Oleg Luzhni - saat itu jauh lebih berpengaruh dibandingkan saat ia bermain di Inggris - bergabung ke Arsenal. Rebrov menyusul Luzhny ke London untuk bergabung dengan Tottenham 12 bulan kemudian, dan Shevchenko pun kemudian disusul Kakha Kaladze ke Milan. Hasilnya tidak terlalu mengejutkan, Dynamo hingga kini masih belum sepenuhnya pulih.

Parma (1998/1999)

Keberhasilan Parma meraih gelar Piala UEFA di tahun 1999 bisa menipu saat mencoba menilai pencapaian mereka. Tim ini melakukannya saat Piala Winners masih dianggap kompetisi kedua di Eropa, jadi Piala UEFA hanyalah sebuah pencapaian kecil untuk skuat yang memiliki Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Lilian Thuran, Juan Sebastian Veron, dan Hernan Crespo - sekelompok pemain paling bagus di Eropa saat itu.

Thuram sudah berhasil memenangi Piala Dunia bersama Perancis, Cannavaro dan Buffon kemudian melakukannya bersama Italia, Crespo lalu menjadi pemain paling mahal di dunia, dan Veron saat itu adalah nama yang paling dikagumi di antara mereka berlima. Meski memiliki bakat-bakat semacam ini, musim itu Milan lah yang meraih gelar juara di Serie A, dan Parma harus puas finis di posisi empat.

Veron bergabung ke Lazio di musim panas tersebut, disusul Crespo setahun kemudian, sementara Buffon, Cannavaro, dan Thuram pada akhirnya tampil bagus bersama Juventus.

West Ham (2000/2001)

Mereka jelas tidak menyadari apapun di bulan November 2000 saat menyetujui penjualan Rio Ferdinand seharga £18 juta ke Leeds, namun keputusan West Ham untuk melepas pemain yang saat itu berusia 22 tahun ini bisa dibilang sebagai awal dari bencana degradasi yang menimpa mereka tiga tahun kemudian.

Potensi yang dimiliki rekan-rekan Ferdinand semacam Frank Lampard, Michael Carrick, Joe Cole, dan Jermain Defoe memang sudah mulai terlihat, dan saat mereka masing-masing mencapai puncak penampilan, semuanya terbukti menjadi pemain-pemain terbaik di Eropa: Ferdinand dan Carrick memenangi Liga Champions 2008 bersama Manchester United; Lampard di tahun 2012 bersama Chelsea, dan di klub yang sama Joe Cole sukses menjadi finalis; sementara Defoe membuktikan dirinya sebagai striker tajam di Premier League dan juga tim nasional Inggris.

Dalam kondisi yang berbeda, saat pada tahun 2005 West Ham berhasil promosi ke Premier League setelah melalui play-off Championship, mereka sebenarnya bisa saja berkompetisi untuk meraih gelar di divisi yang lebih di atas. Namun kenyataannya di masa itu, keempat pemain ini sudah lama menyusul Ferdinand untuk hengkang dari klub.

Borussia Dortmund (2012/2013)

Meski populer dan sangat menyegarkan, tim Jurgen Klopp yang menjadi finalis Liga Champions tahun 2013 ini tidak akan diingat dengan cara yang sama dengan tim Dortmund yang sukses memenangi kompetisi ini di tahun 1997.

Sang rival utama, Bayern Munich, menjadi juara Eropa di musim 2012/13, dan mereka memastikan Dortmund tidak bisa membalasnya dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan setelah kalah di final (dari Chelsea di ajang yang sama 12 bulan sebelumnya). Caranya? Merekrut Robert Lewandowski dan Mario Gotze.

Shinji Kagawa juga sudah dijual ke Manchester United, dan saat Nuri Sahin kembali ke klub ini dari Real Madrid pada bulan Januari 2013 - setelah menjalani masa pinjaman - tim yang memiliki potensi luar biasa milik Klopp ini (dengan Marco Reus dan Ilkay Gundogan juga menjadi starter rutin mereka) tidak pernah punya peluang untuk bisa memenuhi potensi maksimal mereka. 

Sumber: fourfourtwo.com