Suka Cita Siswa Menyambut Sekolah Offline
Suasana sekolah, pembelajaran dalam kelas
Oleh : Salsa Nur Rahmadani Hasrul
Peserta Lomba Jurnalistik Kategori Pelajar
Nuary (15 tahun) begitu bersemangat, kala menginjak halaman sekolah untuk pertama kalinya. Wajah siswa kelas sebelas Sekolah Menengah Umum (SMU) 1 Kendari ini nampak berseri-seri, satu persatu siswa -siswi disapanya, sebelum akhirnya bertemu tiga sahabatnya di dalam kelas. Maklum saja, hampir dua tahun sudah Nuary menempuh masa belajar di depan laptop, menyusul pemberlakukan sekolah online di seantero negeri ini akibat pandemi covid 19. Barulah di medio September 2021, Ia bisa bertatap muka dengan guru dan kawan-kawannya meski dalam tatap muka terbatas.
“Alhamdulillah sudah bisa sekolah lagi seperti biasa dan bisa bertemu teman-teman lagi,”kata Nuary, bahagia.
Antusias siswa seperti Nuary dalam menyambut pembelajaran tatap muka memang tak terbendung. Pasalnya, ini adalah kali pertama, setelah hampir dua tahun Kota Kendari dilanda Covid-19 statistik resmi pemerintah Sulawesi Tenggara khususnya di Kota Kendari mencatatkan nol kasus dalam sebulan terakhir. Tak ada kasus baru. Tak ada lagi pasien yang dirawat, baik isolasi mandiri maupun di rumah sakit dan tidak ada lagi warga meninggal karena Covid.
Nah, kabar baik dari melandainya wabah COVID-19 di Indonesia tentu berdampak positif pada sektor usaha dan pendidikan. Kondisi ini telah membuka peluang bagi dibukanya kembali lembaga –lembaga pendidikan hingga di tingkat lokal melalui pembelajaran tatap muka secara terbatas.
Pemerintah daerah Sulawesi Tenggara sendiri telah resmi mengumumkan kebijakan pembalajaran tatap muka terbatas. Terhitung sejak awal September 2021 lalu seluruh sekolah di Sulawesi Tenggara telah resmi dibuka sebagai tindak lanjut dari Surat Keputusan Gubernur Sultra bernomor 421.3/3812, perihal pembelajaran tatap muka terbatas pada tanggal 30 Agustus 2021. Kebijakan pembelajaran tatap muka ini berlaku setelah pemerintah melihat perkembangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Sultra yang statusnya menurun dari level 4 ke level 3.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, Asrun Lio melalui Kepala Bidang SMA/SMK La Samahu sebagaimana dikutip media massa di Sulawesi Tenggara, membenarkan bila pembelajaran tatap muka terbatas di sekokah diizinkan untuk dilaksanakan di semua sekolah dengan menetapkan syarat pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19.
Salah satu sekolah yang kembali beraktifitas adalah SMA Negeri 1 Kendari. Sekolah yang berdiri sejak Agustus 1962 itu mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas.
Para pelajar dan guru di sekolah ini telah aktif mengikuti proses belajar mengajar sebagaimana yang syaratkan pemerintah, diantaranya membatasi durasi pembelajaran setiap harinya hanya 5 - 6 jam. Pihak sekolah juga membagi jumlah peserta didik yang ikut tatap muka hingga 50 persen dari daya tampung kelas, serta memberi jarak antara setiap meja siswa dalam kelas.
Demikian halnya dengan para staff guru, telah kembali aktif menjalankan rutinitas mereka di sekokah serta mulai mengaktifkan kembali kegiatan ekstra kurikuler tentu dengan tetap menerapkan protocol kesehatan secara ketat kepada siswa.
Dalam aturan, sebagaimana disyaratkan, pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan pada wilayah PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 dengan pengetatan protokol kesehatan. Pertama, kondisi kelas SMA, SMK, MA, MAK, SMP,MTs, SD, MI, dan program kesetaraan menjaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 18 peserta didik per kelas (sekitar 50 persen). Sedangkan SDLB, MILB, SMPLB, MTSLB, dan SMALB, MALB wajib jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima orang peserta didik perkelas (sekitar 62-100 persen). Sementara Paud ketentuannya jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima orang peserta didik perkelas (sekitar maksimal 33 persen).
Kedua, jumlah hari dan jam pembelajaran tatap muka terbatas dengan pembagian rombongan belajar (shift) ditentukan oleh satuan pendidikan dengan tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan. Ketiga, perilaku wajib di semua lingkungan satuan pendidikan, yakni menggunakan masker, cuci tangan pakai sabun atau cairan pembersih tangan, menjaga jarak, dan menerapkan etika batuk/bersin.
Pilihan Siswa
Dibukanya kembali sekolah melalui tatap muka terbatas disambut antusias para pelajar. Saat diwawancarai, para siswa punya pendapat soal ini. Sebagian besar dari mereka lebih memilih pembelajaran tatap muka dibanding Pembelajaran Jarak Jauh.
"Secara pribadi, Saya lebih suka sekolah dengan tatap muka atau offline. Kenapa? Karena ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, dan jika materi dijelaskan secara langsung, Saya dapat memahami materi lebih mudah dibandingkan dengan online schooling,”ungkap Nuary.
Baginya, banyak perbendaan saat pembelajaran tatap muka dengan pem belajaran jarak jauh. Pada masa pembelajaran jarak jauh membuat siswa hanya akan membuka aplikasi yang disediakan dan duduk mendengarkan penjelasan guru. Selama pembelajaran online, siswa tidak dihadapkan pada berbagai aktivitas umum di sekolah.
“Menurut saya online schooling lebih berat dibanding offline schooling, karena tugas yang diberikan pada saat home schooling sangat banyak, dan tidak ada waktu yang tersisa untuk bermain, sedangkan offline schooling, tugas yg diberikan cenderung sedikit makanya Saya lebih memilih sekolah tatap muka,”ungkap Nuary.
Namun, lanjut Nuary, kedua kegiatan ini memiliki plus minus masing-masing. “Belajar di rumah juga memiliki hal positif diantaranya kita bisa menghemat biaya, dan sekolah di rumah tidak terlalu merepotkan. Di sisi lain, sekolah tatap muka mengeluarkan biaya seperti transportasi, uang saku,”jelas Nuary.
Pandangan yang sama juga dikemukakan siswi kelas sebelas SMA Negeri 1 Kendari bernama Alya (15 tahun). Menurutnya, sangat mudah bagi siswa dalam beradaptasi di era new normal ini dikarenakan banyak siswa siswi (mungkin) yang merindukan lingkungan sekolah atau masa-masa dimana ingin bermain bersama teman, sehingga semangat para siswa dan siswi dalam era newnormal ini sangat aktif sekali.
" Saya berharap pandemi ini segera selesai dan mudah mudahan secepatnya tatap muka secara penuh dapat dilaksanakan, agar kami dapat belajar normal dan berinteraksi bersama teman-teman lain di sekolah,”ungkap Alya.
Meski baru sebatas tatap muka terbatas, namun pelajar kelas sebelas ini mengaku bisa beradaptasi dengan teman-temannya dan keadaan jadi lebih menyenangkan,dibandingkan dengan sekolah online. “Terus terang, semasa pembelajaran jarak jauh, saya rasa sangat sepi karena mungkin kami tidak bertemu langsung dengan siswa lainnya. Kalau sekolah dengan tatap muka, siswa bisa bertukar fikiran secara langsung dengan siswa lainnya atau kepada guru,”katanya.
Pembelajaran daring juga dinilai kurang fokus dan banyak pembelajaran yang kurang dipahami para siswa, sehingga dinilai kurang efektif. Meski diakui pula oleh para siswa, bahwa, pembelajaran dari rumah juga memiliki hal positif, diantaranya, para siswa dapat menghemat biaya. Sebaliknya sekolah tatap muka mengeluarkan biaya transportasi dan uang jajan.
Sebagai pelajar, tentu saja Alya mendambakan pembelajaran terbaik lewat tatap muka ini. “Itu yang Saya harapkan, dapat menimba ilmu dengan baik melalui sekolah di era baru secara normal lagi,”katanya.
Penerapan sekolah dengan tatap muka di era pandemic, memang cukup memiliki tantang tersendiri. Seringkali dalam situasi pembelajaran tatap muka terbatas, para siswa-siswi tanpa sadar berkumpul di satu tempat tanpa menjaga jarak. “Itu tantangan bagi pelajar, maka ini harus diperhatikan kembali dan tidak boleh diabaikan, meski situasi sudah membaik, tetap jaga jarak dan terapkan protokol kesehatan,”kata Nuary.
Perbedaan pembelajaran system online memang berbeda jauh saat pemerintah meniadakan belajar tatap muka lantaran pandemi Covid-19. Terlebih dengan daerah yang masih minim secara ekonomi, dan infrastruktur, menjadi hambatan tersendiri bagi dunia pendidikan.
Apalagi di banyak daerah pedesaan di sulawesi tenggara yang belum terjangkau oleh signal, belum lagi keluhan orang tua tentang harga kuota yang mahal. Selain itu, tidak semua orang tua siswa di sekolah tempatnya mengajar, mampu membeli gadget seperti hp, apalagi personal komputer dan laptop seperti di kota-kota besar.
Di sisi lain, para tenaga pengajar atau guru harus benar benar kreatif melakukan berbagai cara agar proses belajar mengajar dapat berjalan, serta harus berdaptasi dengan teknis pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Ibarat Kota Mati
Seperti diketahui, wabah covid 19 melanda dunia hampir dua tahun lamanya. Sejumlah negara termasuk Indonesia melakukan penguncian kota, termasuk Kota Kendari. Kala itu pemerintah kota kendari dengan berani melakukan penguncian kota selama tiga hari lamanya. Walikota Kendari, Sulkarnaen, melalui instruksinya mengajak warga melakukan aktifitas total dalam rumah. Warga pun patuh, tak keluar rumah.
Kondisi yang saat itu membuat kendari ibarat kota mati. Jalan raya menjadi sepi. Sejak pagi, tidak ada kendaraan yang lewat. Baik angkutan umum, ojol, pemilik kendaraan pribadi seolah kompak libur. Padahal di hari biasa, baik sebelum wabah maupun setelah masa pandemic aktifitas di jalan raya selalu ramai.
Tak hanya jalan raya yang sepi, pertokoan, pasar-pasar dan pusat perbelanjaan modern juga tertutup rapat. Ini terlihat seperti di Pasar Mandonga, Pasar Kota, Pasar Lelang, Pasar Panjang, Pasar Andonohu hingga ke perbatasan tidak ada aktifitas sama sekali.
Kepatuhan warga atas anjuran pemerintah terhadap protocol kesehatan dan partisipasi warga menjalani vaksin telah mendorong kendari terbebas dari wabah mematikan ini. Kepatuhan parga patut diacungi jempol, karena dengan kesadaran yang tinggi untuk vaksin diyakini wabah korona akan segera teratasi.
Kini perlahan aktifitas masyarakat dalam kota kendari kembali seperti sedia kala. Warga pedagang kembali berjualan, kantor pemerintah telah kembali dibuka, sekolah dan rumah ibadah kembali aktif sertas seluruh sektor ekonomi telah berjalan normal seperti biasa dan tentu saja tetap mematuhi protokol kesehatan. ***